Baru saja aku selesai bicara dengan Ibu. Suaranya terdengar sehat, meski beliau memperingatkanku untuk menjaga kesehatan karena cuaca yang mulai buruk. Semalam aku bermimpi tidak enak yang membuat perasaanku tidak karuan seharian ini. Aku tidak bertanya apa kabarnya memang. Itu bukan gayaku. Aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Tapi aku bersyukur karena beliau terdengar baik-baik saja. Ya, aku memang anak yang pengecut.
Ibu bertanya kenapa aku belum bekerja juga? Aku menjelaskan padanya, mungkin memang belum berjodoh dengan perusahaan-perusahaan yang memanggilku di waktu lalu. Ibu berkata aku harus lebih banyak berdoa. Bahkan kalau perlu aku juga melakukan puasa, katanya. Aku harus mengingat bahwa aku harus banyak berdoa pada Tuhan kalau aku ingin mendapatkan pekerjaan, katanya.
Ah, aku tidak mau menyiksa diriku sendiri, kubilang. Aku berdoa pada-Nya, dan itu sudah cukup menurutku. Tuhan pasti akan memberikanku pekerjaan bila memang aku berjodoh dengan pekerjaan itu kataku. Lalu ibuku berkata kalau teman-temannya mengira aku belum juga bekerja karena nilaiku yang dibawah rata-rata.
Aku kesal mendengarnya dan menumpahkan sedikit kekesalanku pada Ibu. Aku tahu itu salah. Tapi aku bahkan terlalu gengsi untuk minta maaf. Memang dasar aku ini anak pengecut. Tapi ya, ibu juga pasti tahu kalau memang bukan gayaku seperti itu.
Kami mengobrol cukup lama. Lalu Ibu bertanya tentang salah satu temanku. "Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah mendapat pekerjaan?" tanya ibuku. Yah, kabarnya baik dan sekarang sedang sibuk bekerja. Kataku.
Lalu terlintas rasa iri dalam diriku. Ah, kenapa dia bisa begitu mudah mendapatkan pekerjaan sementara aku begitu sulit hanya untuk mendapatkan sebuah? Padahal ini, padahal itu, padahal.. padahal.. dan padahal lainnya mulai bermunculan satu-satu di kepalaku. Aku mencari alasan yang justru membuatku kelihatan makin seperti pecundang.
Saat Ibu sedang terdiam, barulah aku rasa aku mengerti alasannya. Dia membutuhkan pekerjaan, sedangkan aku? Alasanku ingin bekerja adalah untuk mengumpulkan uang untuk liburan. Dan aku sudah menyerah untuk memenuhi nazarku di akhir tahun depan. Mungkin baru akan terpenuhi dua atau tiga tahun lagi. Entahlah, hanya saja pasti aku akan memenuhinya.
Aduh, aku jadi melantur. Dari pembicaraanku dengan ibuku, aku menyadari satu hal: Tuhan memberi lebih pada yang membutuhkan lebih. Tuhan memberikan dalam takaran yang tepat untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tidak kurang tidak lebih. Sekarang, tinggal aku saja yang memenuhi bagianku untuk berusaha dan berdoa. :D
Ibu bertanya kenapa aku belum bekerja juga? Aku menjelaskan padanya, mungkin memang belum berjodoh dengan perusahaan-perusahaan yang memanggilku di waktu lalu. Ibu berkata aku harus lebih banyak berdoa. Bahkan kalau perlu aku juga melakukan puasa, katanya. Aku harus mengingat bahwa aku harus banyak berdoa pada Tuhan kalau aku ingin mendapatkan pekerjaan, katanya.
Ah, aku tidak mau menyiksa diriku sendiri, kubilang. Aku berdoa pada-Nya, dan itu sudah cukup menurutku. Tuhan pasti akan memberikanku pekerjaan bila memang aku berjodoh dengan pekerjaan itu kataku. Lalu ibuku berkata kalau teman-temannya mengira aku belum juga bekerja karena nilaiku yang dibawah rata-rata.
Aku kesal mendengarnya dan menumpahkan sedikit kekesalanku pada Ibu. Aku tahu itu salah. Tapi aku bahkan terlalu gengsi untuk minta maaf. Memang dasar aku ini anak pengecut. Tapi ya, ibu juga pasti tahu kalau memang bukan gayaku seperti itu.
Kami mengobrol cukup lama. Lalu Ibu bertanya tentang salah satu temanku. "Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah mendapat pekerjaan?" tanya ibuku. Yah, kabarnya baik dan sekarang sedang sibuk bekerja. Kataku.
Lalu terlintas rasa iri dalam diriku. Ah, kenapa dia bisa begitu mudah mendapatkan pekerjaan sementara aku begitu sulit hanya untuk mendapatkan sebuah? Padahal ini, padahal itu, padahal.. padahal.. dan padahal lainnya mulai bermunculan satu-satu di kepalaku. Aku mencari alasan yang justru membuatku kelihatan makin seperti pecundang.
Saat Ibu sedang terdiam, barulah aku rasa aku mengerti alasannya. Dia membutuhkan pekerjaan, sedangkan aku? Alasanku ingin bekerja adalah untuk mengumpulkan uang untuk liburan. Dan aku sudah menyerah untuk memenuhi nazarku di akhir tahun depan. Mungkin baru akan terpenuhi dua atau tiga tahun lagi. Entahlah, hanya saja pasti aku akan memenuhinya.
Aduh, aku jadi melantur. Dari pembicaraanku dengan ibuku, aku menyadari satu hal: Tuhan memberi lebih pada yang membutuhkan lebih. Tuhan memberikan dalam takaran yang tepat untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tidak kurang tidak lebih. Sekarang, tinggal aku saja yang memenuhi bagianku untuk berusaha dan berdoa. :D
Gambar diambil dari sini |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar