Sabtu, 26 Januari 2013

Kabhi Khushi Kabhie Gham Part 2

Kalau post sebelumnya itu narasi yang muncul di awal film, post ini isinya kutipan-kutipan dialog/monolog yang gua suka dari film ini

1. If you want to be someone in life, if you want to achieve something, if you want to win, always listen to your heart. And if your heart doesn't give you any answers, close your eyes and think of your parents. And then, you will cross all the hurdles.. all your problems will vanish, victory will be yours. Only yours.

2. Life offers you many paths to choose from. You must always choose the one that is right, the one where you don't have to bend, where you don't fall. Never take a step in life that will bring shame to your family name or prestige. Anyone can make money, but earning respect is not everyone's cup of tea.

3. My father always says that no one becomes small by asking for forgiveness. And the one who forgives owns a big heart.

4. Ever since I can remember I have loved you. Loved you very much. But it isn't your fault. Just because I dreamt of marrying you, doesn't mean you have to marry me. And if you worried that I will miserable, yes I will be. I will feel very bad, it will hurt a lot to. But life doesn't stop, does it? Perhaps a few years from now I can laugh at the fact that I love you who could not become mine. Because he was never mine. And my love story remained incomplete. But do me a favor, please complete your love story.

5. Where did I think, Dad? I didn't think at all. I just loved.. love.

Kabhi Khushi Kabhie Gham

Why is that a father is never able to tell his son how much he loves him? He's never able to embrace him and say 'I love you mu son'?

And the mother? She keeps repeating it, whether her son listens to it or not.

But that doesn't mean a father loves his son any less.

No one can fathom the amount of love that a mother has for her son, not even the mother. Because there is no measure for a mother's love. It's an emotion that can only be felt, a mother's emotion.

Note: ini adalah narasi yang diucapin sama pemeran Papa dan Mama Rahul (Amitabh Bhachan & istrinya), di film Kabhi Khushi Kabhie Gham yang udah entah untuk keberapa kalinya gua tonton. Gua suka banget sama kalimat yang di-bold itu. :)

Minggu, 20 Januari 2013

Twitter

Nama
(Twitter) @blablabla

Begitulah yang belakangan ini gua sadari terjadi di berbagai layar televisi negeri kita (atau jangan-jangan negeri lain juga?). Dulu, waktu twitter baru booming, cuma acara-acara aja yang ada akun twitternya dipampang di layar tivi, itupun nggak semua acara punya. Sekarang, hampir semua acara punya akun twitter sendiri yang namanya bakal dipajang di layar, bahkan akun twitter pembawa acaranya pun ikutan dipajang juga. Sekarang ini rasanya akun twitter itu udah jadi suatu kebutuhan tersendiri untuk dicantumkan sebagai identitas seseorang.

Waktu twitter belum booming dan facebook masih merajai dunia maya negeri ini, kayaknya nggak ada yang kayak begitu, pemasangan akun twitter di layar kaca maksudnya. Mungkin karena memang nama facebook nggak cuma bisa dipakai satu orang makanya gitu. Kalau twitter kan satu orang satu dan nama yang sama nggak mungkin dipakai sama orang lain kecuali salah satu udah ngehapus akunnya. Mungkin karena itu akun twitter bisa dijadiin identitas seseorang.

Gak ada masalah sih buat gua, mau orang jadiin akun twitternya buat identitas atau nggak. Gua cuma amazed aja sama gimana social media sekarang seolah-olah udah berubah 'kasta' kebutuhannya, dari sekunder MUNGKIN jadi primer.

Rabu, 09 Januari 2013

Film Bermutu Bisa, Kenapa Nggak Dengan Serial? :)

Nonton Sedap Malam di RCTI malam ini karena ada pemain dari film '5cm'. Mereka bilang kalau film mereka sampai sekarang (hampir sebulan) masih menduduki urutan pertama film dengan penonton terbanyak. Fedi Nuril bilang kalau film ini bahkan penjulannya melebihi penjualan tiket untuk film Hollywood yang sekarang tayang di bioskop dan itu bukti nyata kalau film kita masih bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Gua juga setuju banget sama apa yang dibilang. Film Indonesia itu masih banyak peminatnya, yang penting filmnya bermutu baik. Jadi, kalau film bermutu sudah banyak yang merintis dan terbukti berhasil, kenapa tidak dengan serial Indonesia? Pasti bisa juga serial bermutu memenangkan hati masyarakat kita.

Note: gua kenapa berapi-api gini ya soal serial Indonesia yang bermutu? Haha. Entahlah. Mungkin gua benar-benar rindu hal ini jadi kenyataan. :)

Butuh Tontonan Cerdas dan Mencerdaskan

Jadi, beberapa hari yang lalu gua baca status salah satu teman di Facebook yang isinya tentang tontonan anak-anak di luar negeri yang 'ngajarin' tentang penelitian, observasi, dan tata cara/aturannya gitu lah atau semacamnya. Di ujung statusnya dia nanya, kalo di Indonesia sinetron anak-anak (contoh Putri Bidadari) itu isinya apa ya? Gitu. Hahaha pas baca rasanya pengen bilang setuju banget sama dia.

Tadi, sekitar satu jam yang lalu, gua post status di Facebook yang intinya gua pengen banget tontonan di Indonesia itu bisa lebih mencerdaskan. Oke, berita-berita gitu atau talkshow mungkin ada beberapa yang mencerdaskan, tapi masih banyak yang nggak. Tapi dari semua jenis tontonan, yang paling-paling gua pengen untuk menjadi lebih cerdas adalah sinetron.

Gua suka banget nonton sinetron, dulu. Sepuluh tahun lalu menurut gua sinetron Indonesia itu masih bisa dibilang bagus. Kenapa? Karena ditayangkan satu kali seminggu, ceritanya lebih serius, penampilan (akting) para pemainnya masih sangat baik, dan sinematografinya juga masih bagus (karena dikerjakan dengan serius dan nggak diburu-buru waktu tayang). Ide ceritanya mungkin kurang lebih sama dengan yang sekarang ada, tapi lebih sedikit delay dan adegan dramatis yang lebay.

Sejak sinetron Indonesia itu striping, gua merasa semakin banyak kemunduran dalam sinetron Indonesia. Jumlah episode yang makin banyak cuma jadi satu-satunya 'kemajuan' yang ada menurut gua. Dulu, ada sinetron Tersanjung yang jilidnya dari 1-6 dan masih ada sekuelnya dengan judul yang beda yang tayang sejak gua masih di TK sampai gua SMP. Tapi dari durasi tayang yang lebih dari 6 tahun itu, jumlah episodenya cuma sekitar 300an. Beda dengan sinetron sekarang yang bisa tayang setiap hari selama satu tahun penuh dan masih di lanjut jilid berikutnya di tahun berikutnya. -_- Tapi anehnya masih aja banyak iklan yang mensponsori tayangan-tayangan macam ini, walaupun nggak bermutu. Kenapa ya?

Jaman dulu, sinetron itu kalo waktu tayangnya sejam yaudah sejam aja, termasuk iklan. Jadi kalo dipotong iklan mungkin durasinya paling cuma 45 menitan aja. Jaman sekarang? Gua bahkan pernah nonton salah satu sinetronnya Nikita Willy *lupa judulnya apa* yang tayang dari jam 8 malem(?) sampe jam 11 malem. Gila banget! Tapi katanya rating sinetron itu yang paling tinggi, dengan durasi 3 jam. Ckckckck ._.

Dulu gua nonton drama seri Taiwan, dan takjub sama mereka yang bisa bikin serial yang jumlah episodenya cuma belasan atau 20an. Pokoknya nggak sebanyak jumlah episode sinetron deh. Terus drama Korea mulai marak dan gua juga suka. Mereka juga sama, satu drama bisa masukin nilai-nilai dan konflik-konflik yang menarik dalam beberapa belas episode aja. Dorama Jepang juga begitu. Serial dari US juga begitu. Bahkan nggak cuma durasi dan jumlah episode aja yang bikin gua takjub sama drama/serial luar negeri, tapi juga sama ide-ide cerita yang mereka angkat karena ada drama/serial yang berani ngangkat hal-hal yang masih kontroversial di masyarakat(nya) dari sekadar cerita cinta belaka. Walaupun memang unsur percintaan masih tetap ada di drama-drama itu, sebagai bumbu pelengkap mungkin(?)

Gua nonton Lie To Me dan berkhayal, seandainya ada serial Indonesia yang berani ngangkat tema cerita seperti ini. Gua tahu memang cerita semacam ini nggak sesuai dengan 'permintaan' masyarakat, tapi siapa tahu masyarakat suka bukan kalau aja ada yang mau bikin? Toh selama ini belum pernah dicoba (sepertinya).

Temen gua nonton sebuah ftv yang di dalamnya menayangkan tentang orang 'gila' yang masih aja dipasung sama masyarakat. Dia bikin kicauan soal ini di Twitter dan bilang kalau dia berharap media nggak nunjukkin hal semacam itu. Dia bilang seharusnya media jadi sarana pencerdasan bagi masyarakat tentang bagaimana harusnya menangani orang yang dibilang gila.

Gua setuju banget sama dia. Ada banyak banget mitos-mitos yang berkaitan dengan psikologi di masyarakat yang belum diluruskan. Dan seharusnya media lah yang membantu pelurusannya bukan malah makin melencengkan masyarakat ke pemahaman yang salah.

Gua rindu tontonan, tayangan, atau sinetron yang nggak melulu isinya soal cinta-cinta remaja, agama, perjuangan orang yang terzalimi, kehidupan si miskin yang selalu bersyukur dan akhirnya hidup senang, atau ide-ide cerita lainnya yang sering muncul di sinetron Indonesia. Gua rindu tayangan yang lebih bermutu di televisi atau media-media Indonesia, yang mendidik dan mencerdaskan.

Kata temen gua, harapan gua itu susah diwujudkan. Karena tayangan cerdas macam itu nggak cocok sama masyarakat Indonesia. Iya memang tayangan kayak gitu nggak cocok sama masyarakat kita, karena masyarakat kita belum semuanya cerdas dan menginginkan yang sama kayak gua, adanya tontonan-tontonan yang bermutu. Tapi kayak gua bilang sebelumnya, toh belum pernah dicoba, mana bisa tahu kalo masyarakatnya memang nggak suka? Lagipula, siapa tahu kan dengan tayangan yang lebih cerdas bisa membantu mencerdaskan bangsa ini.

Gua, dengan nonton Lie To Me jadi mengembangkan minat sama Microexpression, begitu juga mungkin orang lain yang nonton. Ini menurut gua, salah satu contoh yang nyata dari gimana tayangan bisa mengubah penontonnya mulai dari minat, cara berpikir, cita-cita, dan banyak lagi elemen hidup seseorang. Bukan berarti gua menentang adanya tema cinta, agama, atau perjuangan hidup dalam film tapi mungkin ketimbang jadi tema utama mungkin hal-hal itu bisa jadi insight aja yang dimasukin dalam tayangan itu. Contohnya Lie To Me, yang bisa masukin semua insight itu ke dalam serial 3 musim yang jumlah episodenya nggak lebih dari 50.

Temen gua bilang dia pengen bikin Production House suatu saat nanti dan membuat tayangan-tayangan yang mencerdaskan. Gua sangat suka ide ini. Gua berharap keinginan dia bisa segera terwujud. Atau harapan gua deh tentang tayangan bermutu dulu yang terwujud. Semoga. Amin.

Kalau tontonannya udah cerdas, siapa tahu penontonnya yang adalah masyarakat juga bisa jadi cerdas.

Rabu, 02 Januari 2013

Foto waktu kecil

Jadi hari ini gua ke rumah Tulang gua, yah tahun baruan gitu.. Karena rumahnya deket, jadi kami jalan kaki ke sana. Awalnya cuma gua berdua sama nyokap, adek gua yang satu les jadi gabisa ikut dan yang satu lagi katanya capek habis pulang jalan-jalan ke Punclut.

Eh tau-tau adek gua yang bilang capek itu dateng. Dan dateng-dateng langsung bilang, "Kak, liat foto waktu kita kecil tea yuk." Awalnya gua bingung, foto waktu kecil apaan. Eh ternyata maksudnya foto waktu dulu dia dibaptis puluhan *tsaah, belasan tahun yang lalu gitu.

Begitu album fotonya diambil, kita nyari2 fotonya terus difotoin. Lucu deh mukanya waktu itu. Eh adek gua bilang gini, "Ih si Kanop mah kenapa waktu kecilnya lucu ai udah gedenya jelek? Eh engga ketang, semuanya pada kaya gitu.. waktu kecilnya pada cantik/ganteng ai udah gedenya...."

Iya juga ya, kok bisa kayak gitu ya? :p