Jadi, beberapa hari yang lalu gua baca status salah satu teman di Facebook yang isinya tentang tontonan anak-anak di luar negeri yang 'ngajarin' tentang penelitian, observasi, dan tata cara/aturannya gitu lah atau semacamnya. Di ujung statusnya dia nanya, kalo di Indonesia sinetron anak-anak (contoh Putri Bidadari) itu isinya apa ya? Gitu. Hahaha pas baca rasanya pengen bilang setuju banget sama dia.
Tadi, sekitar satu jam yang lalu, gua post status di Facebook yang intinya gua pengen banget tontonan di Indonesia itu bisa lebih mencerdaskan. Oke, berita-berita gitu atau talkshow mungkin ada beberapa yang mencerdaskan, tapi masih banyak yang nggak. Tapi dari semua jenis tontonan, yang paling-paling gua pengen untuk menjadi lebih cerdas adalah sinetron.
Gua suka banget nonton sinetron, dulu. Sepuluh tahun lalu menurut gua sinetron Indonesia itu masih bisa dibilang bagus. Kenapa? Karena ditayangkan satu kali seminggu, ceritanya lebih serius, penampilan (akting) para pemainnya masih sangat baik, dan sinematografinya juga masih bagus (karena dikerjakan dengan serius dan nggak diburu-buru waktu tayang). Ide ceritanya mungkin kurang lebih sama dengan yang sekarang ada, tapi lebih sedikit delay dan adegan dramatis yang lebay.
Sejak sinetron Indonesia itu striping, gua merasa semakin banyak kemunduran dalam sinetron Indonesia. Jumlah episode yang makin banyak cuma jadi satu-satunya 'kemajuan' yang ada menurut gua. Dulu, ada sinetron Tersanjung yang jilidnya dari 1-6 dan masih ada sekuelnya dengan judul yang beda yang tayang sejak gua masih di TK sampai gua SMP. Tapi dari durasi tayang yang lebih dari 6 tahun itu, jumlah episodenya cuma sekitar 300an. Beda dengan sinetron sekarang yang bisa tayang setiap hari selama satu tahun penuh dan masih di lanjut jilid berikutnya di tahun berikutnya. -_- Tapi anehnya masih aja banyak iklan yang mensponsori tayangan-tayangan macam ini, walaupun nggak bermutu. Kenapa ya?
Jaman dulu, sinetron itu kalo waktu tayangnya sejam yaudah sejam aja, termasuk iklan. Jadi kalo dipotong iklan mungkin durasinya paling cuma 45 menitan aja. Jaman sekarang? Gua bahkan pernah nonton salah satu sinetronnya Nikita Willy *lupa judulnya apa* yang tayang dari jam 8 malem(?) sampe jam 11 malem. Gila banget! Tapi katanya rating sinetron itu yang paling tinggi, dengan durasi 3 jam. Ckckckck ._.
Dulu gua nonton drama seri Taiwan, dan takjub sama mereka yang bisa bikin serial yang jumlah episodenya cuma belasan atau 20an. Pokoknya nggak sebanyak jumlah episode sinetron deh. Terus drama Korea mulai marak dan gua juga suka. Mereka juga sama, satu drama bisa masukin nilai-nilai dan konflik-konflik yang menarik dalam beberapa belas episode aja. Dorama Jepang juga begitu. Serial dari US juga begitu. Bahkan nggak cuma durasi dan jumlah episode aja yang bikin gua takjub sama drama/serial luar negeri, tapi juga sama ide-ide cerita yang mereka angkat karena ada drama/serial yang berani ngangkat hal-hal yang masih kontroversial di masyarakat(nya) dari sekadar cerita cinta belaka. Walaupun memang unsur percintaan masih tetap ada di drama-drama itu, sebagai bumbu pelengkap mungkin(?)
Gua nonton Lie To Me dan berkhayal, seandainya ada serial Indonesia yang berani ngangkat tema cerita seperti ini. Gua tahu memang cerita semacam ini nggak sesuai dengan 'permintaan' masyarakat, tapi siapa tahu masyarakat suka bukan kalau aja ada yang mau bikin? Toh selama ini belum pernah dicoba (sepertinya).
Temen gua nonton sebuah ftv yang di dalamnya menayangkan tentang orang 'gila' yang masih aja dipasung sama masyarakat. Dia bikin kicauan soal ini di Twitter dan bilang kalau dia berharap media nggak nunjukkin hal semacam itu. Dia bilang seharusnya media jadi sarana pencerdasan bagi masyarakat tentang bagaimana harusnya menangani orang yang dibilang gila.
Gua setuju banget sama dia. Ada banyak banget mitos-mitos yang berkaitan dengan psikologi di masyarakat yang belum diluruskan. Dan seharusnya media lah yang membantu pelurusannya bukan malah makin melencengkan masyarakat ke pemahaman yang salah.
Gua rindu tontonan, tayangan, atau sinetron yang nggak melulu isinya soal cinta-cinta remaja, agama, perjuangan orang yang terzalimi, kehidupan si miskin yang selalu bersyukur dan akhirnya hidup senang, atau ide-ide cerita lainnya yang sering muncul di sinetron Indonesia. Gua rindu tayangan yang lebih bermutu di televisi atau media-media Indonesia, yang mendidik dan mencerdaskan.
Kata temen gua, harapan gua itu susah diwujudkan. Karena tayangan cerdas macam itu nggak cocok sama masyarakat Indonesia. Iya memang tayangan kayak gitu nggak cocok sama masyarakat kita, karena masyarakat kita belum semuanya cerdas dan menginginkan yang sama kayak gua, adanya tontonan-tontonan yang bermutu. Tapi kayak gua bilang sebelumnya, toh belum pernah dicoba, mana bisa tahu kalo masyarakatnya memang nggak suka? Lagipula, siapa tahu kan dengan tayangan yang lebih cerdas bisa membantu mencerdaskan bangsa ini.
Gua, dengan nonton Lie To Me jadi mengembangkan minat sama Microexpression, begitu juga mungkin orang lain yang nonton. Ini menurut gua, salah satu contoh yang nyata dari gimana tayangan bisa mengubah penontonnya mulai dari minat, cara berpikir, cita-cita, dan banyak lagi elemen hidup seseorang. Bukan berarti gua menentang adanya tema cinta, agama, atau perjuangan hidup dalam film tapi mungkin ketimbang jadi tema utama mungkin hal-hal itu bisa jadi insight aja yang dimasukin dalam tayangan itu. Contohnya Lie To Me, yang bisa masukin semua insight itu ke dalam serial 3 musim yang jumlah episodenya nggak lebih dari 50.
Temen gua bilang dia pengen bikin Production House suatu saat nanti dan membuat tayangan-tayangan yang mencerdaskan. Gua sangat suka ide ini. Gua berharap keinginan dia bisa segera terwujud. Atau harapan gua deh tentang tayangan bermutu dulu yang terwujud. Semoga. Amin.
Kalau tontonannya udah cerdas, siapa tahu penontonnya yang adalah masyarakat juga bisa jadi cerdas.