Senin, 27 Januari 2014

Jalan Beraspal: Catatan Ucapan Syukur

Langit yang biru semakin lama semakin gelap. Mentari sudah turun hendak kembali ke peraduannya. Tinggal aku sendiri di sini. Terduduk di halte yang sepi, menanti bus yang tak juga menghampiri. Lalu aku teringat akan berbagai macam hal. Yang kulalui hari ini, yang terjadi berpuluh tahun lalu, dan hal-hal yang dulu pernah aku harapkan terjadi dalam hidup. Banyak yang kusesali, banyak pula yang kusyukuri. Ketika kusadari, aku tahu bahwa hidupku tak sedatar yang aku bayangkan.

Di hadapanku lalu lalang kendaraan berlalu. Mulai dari yang kecil sampai yang besar. Mulai dari yang murah sampai yang mahal. Jalanan yang mereka lalui tidak semulus kelihatannya. Jalan itu rapi, diaspal, dan tampak bagus. Tapi di sana ada juga polisi tidur, lubang-lubang kecil, dan kerikil yang harus mereka lintasi. Saat melalui polisi tidur dan jalan berlubang, kendaraan-kendaraan itu berguncang. Tapi tak membuat mereka terjatuh. Saat melalui kerikil, mereka merasakan ada yang mengganggu tapi mampu melewatinya tanpa hambatan. Lalu aku bersyukur. Aku teringat akan hidup yang juga demikian. Tampak bagus dan indah dari luarnya tapi ada banyak hambatan yang hanya dia sendiri yang bisa merasakan. Mungkin juga orang-orang di sekitarnya. Tapi semua orang mengalami hal yang sama. Tanpa terkecuali setiap orang pasti memiliki hambatan tersendiri dalam hidupnya. Tapi itulah yang membuat hidup itu menjadi menarik.

Sore ini mungkin tak istimewa, tapi aku bisa mempelajari hidup dari melihat jalanan di depanku saja. Mari lebih banyak bersyukur mulai sekarang, dengan begitu mungkin aku akan lebih bahagia. :)


ps: wah ternyata waktu itu gagal publish.. karena baru liat barusan, jadinya publikasinya sekarang deh